Tuesday, November 23, 2010

Setidaknya Para Orang Tua Bisa Lebih Tenang Mendengar Keluh Kesah Buah Hatinya...

Suasana di kantor agak muram kemarin. Salah seorang rekan guru baru saja mengabari dengan isakan tertahan kalau dia ijin tidak mengajar selama beberapa minggu karena anaknya akan dioperasi. Kata dokter tulang belakangnya retak. Harus dioperasi. Rumah sakit umum di kotaku yang kecil ini tak sanggup menanganinya. Ia pun dirujuk ke rumahsakit di Jakrta. Tentu saja kami semua yang ada didalam ruangan ini terkejut dan prihatin. Anaknya yang akan dioperasi itu namanya Rachel. Sepanjang ingatan kami, Rachel itu sehat-sehat saja. Malah, minggu lalu pernah main ke sekolah waktu menjemput ibunya. Senyum yang tersungging diwajahnya begitu ceria. Sama sekali tak ada indikasi bahwa dia ternyata menderita sakit.

Rachel dibawa kerumah sakit ketika suatu pagi dia pinsan selama beberapa menit dirumah. Tetapi setelah siuman dan merasa agak baikan, dia bersikeras ke sekolah. Ternyata sampai disekolah, dia pinsan lagi. Berkali-kali dalam seharian itu. Gurunya pun menghubungi orang tuanya. Malam harinya Rachel dibawa ke dokter praktek. Dari dokter praktek itu, Rachel dianjurkan kerumah sakit untuk rontgen. Hasil rotngen sangat mengejutkan orang tua Rachel. Tenyata tulang belakang anak itu retak. Ibunya tidak habis pikir mengapa hal itu bisa terjadi. Menurutnya Rachel selama ini baik-baik saja. Setelah ditelusuri, Rachel pun mengaku bahwa ia pernah jatuh pada saat mengendarai motor beberapa minggu lalu. Dia tidak memberitahu ibunya karena ia tahu ibunya pasti akan panik sekali. Apalagi tidak ada darah yang keluar (pikiran remajanya menganggap bahwa tidak ada darah berari tidak apa-apa). Dan benar saja, pada saat diberitahu begitu, ibunya langsung panik. Rachel mengaku pada ibunya bahwa terkadang dia agak sebal pada sikap panik ibunya terhadap apapun. Jadi dia memilih diam. Sayangnya sikapnya itu berakibat fatal bagi dirinya. Karena menurut dokter, sebenarnya semuanya tidak akan separah ini jika ditangani lebih awal.

Mendengar alasan Rachel, saya jadi teringat pada beberapa kisah serupa. Pertama adalah kisah saya sendiri. Saya sangat mengerti sikap Rachel yang memilih diam ketimbang memberi tahu ibunya bahwa dia baru saja jatuh dari motor. Memang sangat tidak mengenakkan ketika kita dalam kondisi sakit dan juga tentu saja takut, malah diperhadapkan dengan sikap orang tua yang agak tidak tenang. Malah lebih panik ketimbang kita. Dan kepanikannya itu tertuang dalam ocehan-ocehan histeris bahkan air mata. Siapa sih yang nyaman dengan situasi itu??

Dulu, waktu masih kecil saya sangat senang manjat pohon bersama teman-teman. Main tarzan-tarzanan, monyet-monyetan, dan sebagainya. Rasanya menyenangkan sekali bergelayut di atas peopohonan itu. tapi tiba-tiba saya terjatuh. Tingginya sekitar 4 atau 5 meter. Saya pun pulang sembari menangis meraung-raung waktu itu. Saya mengaduh pada ibu saya. Yang terjadi ibu saya sagat cemas dan panik. Beliau pun memandikan saya dengan air panas kemudian mengurut saya, sembari tak henti-hentinya mengomel dan mewanti-wanti. Saya, yang pada waktu itu masih kecil, belum bisa mengapresiasi bentuk kasihsayang ibu padaku. Yang ada dalam pikiran anak kecil saya adalah ibu marah dan sebal kepadaku. Beliau kemudian melarang saya untuk manjat pohon lagi. Beliau mengancam kalau nanti kedapatan manjat pohon saya bakal diikat dipohon jambu dekat rumah semalaman.

Mestinya saya mendengar laragan ibu. Tetapi namanya juga anak kecil, mana bisa dilarang-larang. Apalagi waktu itu ibu tidak menjelaskan akibat-akibatnya kalau jatuh apa. (Mungkin walaopun dijelaskan saya juga tetap ngeyel, hehehe). Maka saya tetap memanjat pohon sembunyi-sembunyi. Sampai suatu hari saya terjatuh lagi kali ini pada dahan pohon yang lebih tinggi. Saya terjatuh dengan keadaan tengkurap. Dada saya menghantam tanah dengan keras. Sakitnya luar biasa. Bahkan saya sempat tidak bisa bicara. Nyaris tidak dapat bernafas. Saya menagis dalam diam. Teman-teman saya pada panik. Mereka menggotong saya kerumah teman yang terdekat. Setelah beberapa menit saya sudah bisa bicara. Saya meminta pada teman-teman agar merahasiakan hal ini pada siapapun. Terutama ibu saya. Mereka pun berjanji tidak akan bilang-bilang.

Saya merasa sakit selama seminggu, tetapi tidak saya perlihatkan pada orang rumah. Lepas seminggu saya merasa semuanya kembali normal. Orang tua saya pun tak pernah tahu sampai ketika memasuki usia sekitar 17 tahunan, saya sering batuk, sesak nafas, dan kalau capek, dada saya sakit sekali. Ibu saya sangat khawatir,saya pun dibawa ke dokter. Dokter bertanya apakah saya pernah jatuh, saya pun mengiyakan dan menceritakan kronolgisnya pada dokter dan orang tua saya. Dokter bilang bahwa itulah awal masalahnya. Seandainya waktu itu saya langsung diurut tentu tidak akan seperti ini. Saya menyesal sekali. Kebungkamanku dahulu membawa dampak yang buruk bagi diri saya.

Kisah serupa juga terjadi pada tetangga saya. Sewaktu kecil dia pernah jatuh. Tetapi dengan alasan yang sama dengan saya dan juga Rachel, dia memilih diam. Semuanya memang terlihat normal selama beberapa tahun. Tapi siapa sangka bahwa efeknya justru akan terasa setelah dewasa. Sekarang tetanggaku itu agak bungkuk. Ada tulang belakangnya yang bengkok. ketika saya menyentuhnya saya merasa takut. Dia tumbuh makin kecil dari hari ke hari. Sangat kurus dan sering sesak nafas.

Sungguh sebenarnya kisah serupa sangat banyak ditemui dimasyarakat. Dan ketika ditanya pada si aanak pun mereka kompak memiliki jawaban yang sama. Takut mengadu karena tahu bahwa orang tuanya sangat panikan. Bahkan banyak juga orang tua yang menagani sembari mengomel tak henti-henti. Anak-anak, yang pikirannya belum paham benar tentu saja merasa takut. Jadi ketimbang mengadu, mereka malah memilih diam.


Apa yang bisa dipelajari dari kisah-kisah ini adalah bahwa sebelum menikah, sebaiknya ada pelatihan tentang masalah-masalah rumah tangga, termasuk masalah anak. Bagaimana sebaiknya sikap mereka jika menghadapi masalah yang beruhubungan dengan anak (contohnya ya untuk kasus seprti diatas) agar mereka tidak lantas panik berlebihan yang hanya akan membuat anak merasa tidak nyaman atau takut mengadukan sakitnya. Sudah begitu banyak anak yang mendapatkan akibat fatal dikemudian hari karena tidak mendapat penanganan yang cepat dan tepat dikarenakan anak terlalu takut untuk mengadu pada orang tuanya. Tentu saja akan lain cerita jika anak dihadapkan pada kondisi dimana pada saat mengadu, orang tua bisa lebih tenang dan bijak. Karena bagi anak-anak, sikap tenang orang tua dapat diartikan bahwa semuanya baik-baik saja. Tidak ada yang perlu dicemaskan. Sehingga mereka pun bebas berkeluh kesah tanpa beban sedikitpun. Orang tua juga bisa mendapat informasi yang lebih terang tentang anaknya, sehingga tahu bagaimana harus bertindak.



Saya sangat berharap bahwa kedepannya para orang tua bisa banyak belajar dan lebih tenang dalam menghadapi pengaduan anak-anaknya sehingga kisah-kisah diatas tidak perlu terjadi lagi.

Sunday, November 14, 2010

Aku, Bulan dan Sandy Sandoro

Setelah kemarin seharian sakit, tidak berdaya, alhamdulilah sekarang badan terasa fit dan lumayan segar. Hari ini biasa aja. Tidak ada yang istimewa. Di pagi hari, aku nengkring depan tipi nonton kartun. Siangnya lanjut lagi nonton Gie untuk yang kesekian kalinya, puas-puasin menatap muka kinclongnya Nicholas Saputra. SOrenya, habis tidur siang, nonton lagi, kali ini mengulang nonton three idiot untuk yang keempat kalinya. Entah ya, tapi hari ini kayaknya lagi mood aja buat nonton.

Sebenarnya sore ini ada bazar anak Bhs Inggris Unhalu. Aku di undang datang. Tapi rasa sungkan, enggan dan malas menyergapku seperti biasa. Entah sejak kapan, tetapi aku mulai tidak begitu menyukai acara kumpul-kumpul seperti itu. Rasanya sekarang tak ada yang lebih nyaman selain berdiam diri dirumah sepulang kerja. Menatap langit sore dari teras rumah, merasakan semilir angin menerpa wajahku. Takjub akan warna tanah, membaui rerumputan yang basah terkena hujan. Sendiri saja. Cukup sendiri saja atau bersama keluarga yang didepannya aku tak perlu tersenyum hambar, mengumbar wajah bahagia padahal didalam hati ini kosong tak merasa apa-apa. Aku sedang tak ingin bertopeng-topeng ria didepan semua orang dengan melakoni adengan cipika cipiki bertanya kabar seolah memendam kangen yang luar biasa, padahal sebenarnya hati gelisah sangat ingin pulang dan menerbangkan imaji menyelami novel. Aku muak dengan itu semua saat ini. Aku juga tidak tahu ini akan berlangsung sampai kapan, entahlah. Aku hanya sedang tidak ingin saja.

Tadi sore temanku Netty menelpon, ngajak pergi kesana. Katanya aku mau dijemputnya selepas magrib. Aku mengiyakan saja entah mengapa. Selepas Magrib, rasa enggan itu kembali hadir, dan akhirnya aku mengirim sms ke Netty bahwa aku tidak bisa pergi karena lagi tidak mood. Rupanya dia juga begitu. Maka disinilah aku malam ini. Dikamar saja memandangi bulan yang tersenyum manis sekali. Melengkung keemasan berlatar langit hitam nan kelam. Aku berandai-andai bagaimana rasanya kalau aku bisa berayun disana. Pasti menyenangkan sekali. DAri jendela kamar yang terbuka lebar, sejuk meyergap masuk, mendamaikan hati juga jiwa. Lampu kamar sengaja kumatikan. Perfect. Sangat perfect untuk bercengkrama dengan diri sendiri, bermain-main dengan selusin bayangan masa lalu.

Lalu dari speaker mengalun lagunya Sandi Sandoro, Malam Biru. Hmm.. asik sekali. Untuk musik sejenis, SAndi Sandoro merupakan penyanyi favoritku setelah Tompi. Suaranya enak sekali untuk didengar. Ringan dan sangat menggoda...Sambil tetap menatap bulan, aku bersenandung kecil mengikuti...

Suatu malam yang biru tanpa dirimu
Berjuta juta Rindu ku padamu
Sendiri ku pun harus menikmati
Nyanyian sang rembulan

Engkau yang seharusnya disisiku
Engkau yang slalu ada dihayatku
Semoga kau mendengar lagu ini
Yang ku cipta untukmu

Oh kasihku
Ini ini laguku
Hanya untuk dirimu
Tanda cintaku
Padamu oh sayang

Engkau yang seharusnya disisiku
Engkau yang slalu ada dihayatku
Semoga kau mendengar lagu ini
Yang ku cipta untukmu

Oh kasihku
Ini ini laguku
Hanya untuk dirimu
Tanda cintaku
Padamu oh sayang

Kasihku..
Ini ini laguku
Hanya untuk dirimu
Tanda cintaku
Padamu

Oh kasihku
Ini ini laguku
Hanya untuk dirimu
Tanda cintaku


Lagu berakhir dengan cepat. Tak rela, lagunya ku ulang lagi. Bersenandung kecil sembari memikirkan kamu dan sms mu yang baru nongol...
Sekali lagi kau memberiku kejutan. "Darimana kamu tahu aku sedang menatap bulan sembari bersenandung?" tanyaku dalam hati dengan kikuk, memandang bulan dan menggigit bibir...

Engkau yang seharusnya disisiku
Engkau yang slalu ada dihayatku...

Saturday, November 13, 2010

Uh, Sakit itu gak pernah enak!!!

keringat dingin mengucur menganak sungai, memberi rasa yang sama sekali tak nyaman disekujur tubuh. perih mengiris lambung tapi makan gak napsu,air mata siap meleleh sewaktu-waktu. Perut mual, kepala oleng, waduuuh.. ga enak bgt. SAngat!!!

Inilah konsekuensi dari terlalu memaksakan diri untuk kerja, kerja, dan kerja. Badan sebenarnya sudah menjerit membunyikan alarm, tapi aku masih tetap keras kepala dengan beragam dalih. Tetapi memang kondisisnya sangat tidak memungkinkan diriku untuk berhenti. Deadlinenya sudah tak lama lagi. Jadi, aku menyugesti diri bahwa aku akan baik-baik saja, ketika peluh tak sehat itu membajiri jidat.

Aku selalu berusaha menjadi profesional pada setiap hal yang ku kerjakan. Setidaknya menurut standar yang aku punya, hehehe... Jadi ceritanya, sepupuku yang sedang S2 itu sedang punya banyak buku dalam Bahasa Inggris yang harus ditranslate ke dalam bahasa Indonesia. Tak punya banyak waktu, dan memang backgroundya dia bukan dari bahsa Ingris, maka dia menyodorkan tugas-tugasnya itu padaku. Aku, yang kebetulan pada saat itu tidak terlalu sibuk, mengiyakan saja. Toh aku suka mentranslate. Selain bisa menambah vocab baru, juga bisa sekalian belajar. Sudah gitu bisa buat nambah-nambah isi dompet, hehehe. Lumayanlah buat nambah-nambah baju baru.

Transletan sepupuku itu banyaknya 24 lembar. Dia kebetulan ambil jurusan pertanian, jadilah aku seakan bernostalgia lagi dengan pelajaran SMA. Kembali bercengkrama dengan sistem akar, pola perkembangan daun, dll. Bahasanya pun tidak sulit. Bahkan sangat bisa dikatakan gampang. Apalagi sudah ada google translation. Meskipun hasil google translation tidak begitu bagus, tetapi cukuplah sebagai bahan perbandingan. Transletan itu ku selesaikan dalam waktu empat hari. Sebenarnya bisa kurang dari itu kalau saja saya tidak ngajar disekolah dan juga tidak ngajar privat. Pas menerima hasilnya, sepupuku puas bgt. Entah apa yang diceritakannya pada teman-temannya dikampus, setelah itu job dari dia mengalir. Bukan saja tugasnya, tetapi juga tugas eman-temannya. Wah, saya senang sekali. Apalagi kerjaan juga tidak terlalu banyak pada saat saya menerimanya.

Kendala muncul ketika setelah "teken kontrak" pekerjaan baru muncul. Tiba-tiba disuruh ini itu sama Kepala Sekolah lah, Ada acara yasinan dirumah lah, ada juga tetek bengek lain, yang sebenarnya kecil tapi tidak bisa ditinggalkan dan lumayan menyita waktu. ketika "rintangan-rintangan" itu selesai, deadlinenya tiggal 2 hari lagi. Waduuhhh... Akhirnya seakan kembali ke jaman kuliah dimana kebiasaan SKS (sistem kebut semalam) selalu menjadi learning style ku dan teman-teman. Tidur berlarut-larut malam, lupa makan, tak ada waktu untuk tidur siang. Tetapi pengaruh sugesti diri memang luar biasa. Entah bagaimana caranya, translete yang bejibun itu akhirnya kelar juga dengan tepat waktu. Dengan hasil yang memuaskan pula.

Tetapi, badan yang sempat ku "paksa" bungkam merengek itu akhirnya teriak juga. Ngambek habis-habisan. Sesaat setelah transaksi timbang terima usai, mulailah badan ini terasa pegelnya. Tengkuk sudah tidak perlu ditanya, asli tegang sekali. Sempat aku curiga jangan-jangan dia sudah lupa caranya balik kiri balik kanan. Kurasakan sensasi tak nyaman itu menjalar dengan cepat, ke kepala yang mendadak oleng, mata yang berkunang-kunang, perut mual, dan tubuh gemetar. Merasa limbung, aku tergesa duduk di kursi. Aduh, sama sekali menderita rasanya... Sudah jam setengah tujuh pagi. Artinya harus segela ke Sekolah, tapi dengan kondisiku yang sekarang, mau tak mau aku ijin ke kepsek kalo hari ini tidak bisa masuk. Thx God, beliou orangnya bijaksana sekali.

Yang ku syukuri adalah karena hari ini hari sabtu, mace ada dirumah. Lega rasanya sakit tidak mesti sendirian. Masih ada tangan tua itu yang selalu menyantuh jidat sekedar untuk mengecek panas, sentuhannya seakan menenangkan ku bahwa semuanya akan baik-baik saja. Kemudian aku dipaksa makan. Beliou menawari ini itu, tapi aku maunya yang ada saja. Nasi panas plus ikan masak cukup. ini merupakan menu wajib kalo aku sakit. Tidak tahu kenapa, tapi yang kurindukan ya cuma itu. tidak perlu repot beli ini itu. Namanya juga orang sakit, tidak enak makan sudah hal yang lumrah. Tapi kali ini kayaknya lumayan parah, karena dibarengi dengan muntah2 (aku jarang muntah, lho).

Sehabis muntah aku langsung tiduran. Membungkus diri dengan selimut di kamar mace. (kebiasaan, kalau sakit atau sedang gundah, enaknya tiduan di kamar mace. Rsanya tenang gimanaaaa gitu). Tak tau dah berapa lama aku tiduran disana. Perih yang melilit di ulu hati lah yang mebangunkanku. AKu pun keluar untuk isi perut, tapi aku terkesiap saat tahu, ternyata pace tidur di bawah, beralas tikar. Masya Allah, aku terenyuh. Betapa baiknya beliou, tak marah tempat tidurnya ku bajak. Beliou tau betul ketika sakit dan tidur, aku paling tak bisa diganggu. Jadi beliou memilih tidur di lantai ketimbang harus mengusik tidurku.

Aku harus banyak bersyukur pada kehidupan yang ku punya sekarang. Aku masih memiliki orang tua yang sangaaaaaaaaaaat baik dan menyayangiku. Ada juga sodara2 ku yang perhatian bgt, meski kadang bisa sangat menyebalkan... Lembut ku tepuk pundak pace, menyuruhnya tidur diatas saja...

Bertekad tuk segera sembuh, aku memaksa diri makan... Semoga lekas sembuh, amiinn..

Sunday, November 07, 2010

Senin pagiku yang ada bayangan "kamu"nya

Rumah menjadi sepi pada senin yang sibuk ini. Hanya ada aku saja. Setelah “dipaksa” melek pagi tadi, aku memutuskan untuk bersih2 kamar, sarapan, nonton tipi. Tapi itu membuatku bosan. Aku masih ingin bermalas-malasan, hehehe.. jadilah aku berleyeh-leyeh saja dikamar, lagian jadwal ngajar baru jam setengah satu nanti. Bernostalgia dengan kenangan kemarin, kemarin dulunya, kemarin dulunya lagi, dan tiba-tiba ada KAMU.

Hari ini kau menyembulkan diri dari laci-laci kenanganku. Bukan. Aku yang membuka laci itu dengan sukarela. Aku merindumu. Aku merindumu.
Oh.. aku memang terlalu munafik. Bahkan pada saat aku memutuskan untuk jujur pun. Aku terlalu mencintai egoku. Apa yang kuurai hanya mewakili sedikit yang ada di benak dan rasaku. Aku membenci diriku. Aku mengutuk angkuh ini.
Grrrr… jujur itu tak mudah.

C’mon, Rin, sekali ini…

Oke.

Aku memutuskan untuk mengenangmu saat ini, dengan ditemani suaranya Duta SOS yang Betapa. Belasan kali ku replay untuk menghayati liriknya. Menyakiti diri sendiri sebenarnya. Karena lagu ini “nampar bgt” buatku. Tak mudah memilih meninggalkanmu. Tak pernah mudah. Kita pernah menyulam benang mimpi bersama. Kita pernah saling berbagi pundak ketika rapuh. Kita? Aku dan kamukah? Atau hanya aku? Menjawab pertanyaan ini masih terlalu sakit untukku. Sekali lagi aku dihadapkan pada perang batin membela ego. Mengacuhkan bisik kecil dipalung hati. Merobek selaput asa yang berdetak bersama jantung.

Aku menyempatkan menyelonong ke blog beberapa orang. Beberapa blog membuatku iri pada kemurnian penulisnya. Pada mereka yang tak takut mengingkari rasa. Yang berdamai dengan penolakan dan keterasingan. Betapa aku ingin membuka topeng ini, supaya kurasai lagi semilir angin mengecup pipiku.

Tetapi, oh betapa sulitnya. Setidaknya aku tlah mencoba. Gagal mengurai semua rahasia hati, aku memilih duet dengan Duta. Menyanyikan lagu “Betapa” berulang-ulang. Membodohi diri dengan berharap disana kau bisa mendengar dari jauh, hahaha…

luv.. U, mom

Sret!!! Srett!!! Tirai disibak dengan paksa

Cahaya menerobos masuk.

Akhgrrr...Silau menampar mata. menggeliat-geliat persis cacing. Sebal. Siapa sih orang usil itu??? Mengerjab-ngerjab dengan tak rela. Wahh.. ternyata si mace. "Ayo bangun, langit sudah terang" katanya. Yahh.. walau badan pegal tak terkira, mata masih seberat 4 kilo, Nyawa masih tercerai berai, ku paksa saja diri bangun. hiks... naas benaaaarrr...

Ini adalah konsekuensi yang harus kuterima sejak membujuk beliou untuk mengijinkanku ikut bina akrabnya JILC Kendari, kemaren. Kadang aku merasa lucu sendiri. Umurku sudah tidak belia lagi, tapi beliou masih saja sulit melepasku ikut ini itu. Seperti yang terjadi kemarin, ketika aku memohon ijinnya untuk ikutan. Kedua alis itu menyatu, sama sekali bukan pertanda yang baik. Tak terhindari argumen demi argumen bertebaran diudara. Sengit. atas bantuan dari pace dan adikku akhirnya aKu menang meski main keroyokan, hehehe..

Tentu saja ada syarat yang harus kupenuhi, yakni pulangnya gag boleh sakit. Mau tidak mau, aku terenyuh, segitu dalamnya kasih sayang beliau untukku. Tak berkurang kualitasnya bahkan diumurku yang segede ini. Luv U so much, mom...

Friday, November 05, 2010

Bina akrab bareng JILC Kendari

Wah, rupanya lengan jam telah menunjuk angka 2 siang ini, artinya sudah harus siap-siap pacjing-paking. Hari ini, mau ke toronipa dalam rangka bina akrabnya JILC. Sempat kaget juga, sih waktu k arum dan rahma sms. Katanya aku diundang ikutan. WOW.. rupanya masih diingat, hehehe...

Disana rencana, akan ada sesi hypnolearning buat siswa JILC. DImana mereka diberi motivasi untuk memberdayakan segala potensi yang ada dalam diri mereka setelah terlebih dahulu dihypno untuk menghapus keyakinan-keyakinan negatif dalam diri mereka. Aku didaulat buat menghandle acara itu. Bermodal training hypnolearning yang pernah dibawakan oleh k YUdhi dan ibu Flora, skupun setuju. Memberi motivasi kepada orang lain sungguh hal yang menyenangkan. terlebih ketika hal itu berhasil membantu orang lain menemukan potensinya dan menjadilebih optimis. Prinsip Hypnolearning ini adalh: There's nothing impossible. Apa yang kita pikirkan itulah yang terjadi atau sementara berproses untuk terjadi, so kita tidak boleh memelihara pikiran negative dalam kepala kita, apalagi mengembang biakkannya. Because whatever you think you are, you're absolutely right.

Tentu saja, memberi motivasi bagi orang lain tak semudah memotivasi diri. tetapi itu adalah keharusan. Sebab, bagaimana bisa kita memberi orang lain motivasi, atau mendorong mereka untuk optimis sedang kita sendiri masih diselimuti pesimis? Meminjam kata Dee bahwa kita harus penuh dulu sebelum memenuhi orang lain. Harus utuh dulu sebelum membagi pada yang lain. Jadilah aku sekarang ini membangun optimis dari dalam diri. Sebenarnya agak nervous juga sih, soalnya sudah lama tidak melakukan ini. Apalagi banyak siswanya yang tak kukenali. Tetapi apa sih yang tak bisa? aku sudah pernah melakukannya dan berhasil. Tinggal memoles percaya diri saja.

Okehh now say the magic words..

"tarik nafaaas...hembuskan perlahan, semakin kamu menarik nafas, maka kamu akan semakin percaya diri, ketika kamu menarik nafas, kamu sedang menarik energi positif dari penjuru bumi, dan seiring kamu menghembuskan nafas, kamu merasa segala keyakinan negatif mengalir keluar dari dirimu. Kita ulangi sampai sepuluh..1, 2,3, ....10"

Feeling better? yup!!

Let's make it worthed then.. Chayoo!!!

Jujur


Aku ingin dapat menulis dengan jujur. Gamblang tentang apa yang kurasa dan kuingini. Tidak menuangkannya dalam puisi yang tak pernah sanggup ku posting di blog. Aku terlalu gengsi mengakui memiliki rasa itu dalam diriku. Aku terlalu takut dibilang cengek, rapuh, atau sanagat labil. Blak-blakan dan apa adanya. Seperti yang mereka lakukan.
Aku mendamba menjadi murni. Sejernih air dihulu sungai. Sejujur airmata yang jatuh dalam gulita. Aku bosan berbagi dengan keempat tembok kamarku. Aku capek harus menatap berbatang-batang lilin untuk menghilangkan jejak piluku.
Karena langit malam tak selamanya setia menagkap gelisahku. Karena mengendapkan hampa pada lelap mimpi tak selamanya manjur. Ingin kusibak amarahku,  sedih laraku, cemas takutku sehingga benderang jiwaku. Terobati sakitku.
Ah, api, rupanya memang tak semudah dikata..

Wednesday, November 03, 2010

Aku Benci SAma yang Namanya Asap Rokok


Ugh… !!! Ingin rasanya ku rampas rokok yang terselip di jemarinya yang kecokelat-cokelatan an itu. Tapi ku tak bisa (ya iyalah…). Ingin ku plester bibirnya yang kehitam-hitaman itu. Tapi ku tak bisa (of course!!). Atau kupotong saja tangannya yang tak lelah mensuplai nikotin pada paru-parunya? (Hellowwww..)

Aghrr…. Frustasi, kupalingkan saja wajah ku, ku lebarkan jendela yang semoga dapat mensuplai udara bersih ke saluran pernafasanku. Nihil. Asap beracun itu malah menari-nari tepat dilobang hidungku. Uhuk.. aku terbatuk. Dia tak juga peduli. Entahkah wajah ini tak mampu mewailkan isi hati, tapi mau dikerutkan bagaimana lagi ini kening? Mau dimonyongkan bagaimana lagi ini mulut??

Ugh… akhirnya altenative terakhir ya pindah. Dengan tak rela kutinggal “tahta” ku. Beranjak enggan menuju meja diseberang sana, dan itu artinya aku harus menyudahi tarian jemariku yang sedang dalam proses melahirkan tulisan-tulisan yang telah “membisul” dalam kepala, ingin keluar setelah “dipenjara” oleh hakim yang bernama kesibukan. Dan dibagian meja ini, tak tersedia colokan listrik. Karenanya laptop ini harus ku off kan. Arghhh…


*Theme song untuk postingan kali ini: Slank Dayaknya SLank…*

Monday, November 01, 2010

it's nothing

beberapa hari ini (sok) sibuk bgt. Alhamdulillah dapat job buat transelete tugasx orang. jadilah blog dianak tirikan dulu. Hari gini kalo gada duit susah juga,

well, just want to say it...