Sunday, November 04, 2012

Mana Janjimu, November?


Assalamualaikum. WR. Wb.

Mataku terantuk pada angka 5, dimana telunjukku menyusuri kalender. Sudah hari kelima, dan kau belum juga ada tanda-tanda membayar tunai janjimu, wahai November. Tidakkah kau tahu betapa aku telah menghitung detik demi detik berlalu sejak September menyerah untuk menerbangkanku ke Minnesota,
dan katanya adalah Kau, November, yang akan membuka “gerbang leymu” bagiku untuk melintas samudra dan benua, tempat aku akan menjelmakan mimpi-mimpi akademikku. Ini sudah hari kelima, berapa lama lagikah aku harus menunggu?

Kumohon jangan katakan padaku kalau dirimu tidak berniat menepati janji itu. Usah khawatir, aku janji aku tidak akan seperti Scathach, sang bayangan yang selalu membenci sensasi Gerbang Ley. Aku telah mengemasi semua kebutuhanku dalam tas mungil serupa milik Hermione. Aku telah merapal mantra-mantra untuk bertahan menghadapi bekunya salju pada Desember nanti. Meski kuyup dan gemetar dalam upaya memantaskan diriku untuk dapat bersimpuh dalam altar ilmu pengetahuan di University of Minnesota, kukatakan padamu sekali lagi, aku telah siap.

Mimpi ini sudah kupupuk sangat lama. Aku telah melewati masa-masa penuh rasa tidak percaya diri dan ketakutan mengetuk-ngetuk pintu beasiswa. Aku menyambar setiap pelampung terdekat ketika perahu mimpiku hampir karam diserang gagal. Aku telah megap-megap, menggigil dan mengkerut sampai akhirnya mercusuar bernama Double Degree Program UMS_Univ. of Minnesota itu tampak jua. Berkelip indah memanduku. I have been on the right track, finally. Sekuat tenaga aku berenang-renang menuju tepi. Tetapi ternyata ombak tak kunjung tenang. Tersiksa rasanya ketika seluruh panca indramu mampu mengecap, membaui, dan melihat pesona hangat daratan impian tetapi tangan dan kakimu seakan tersangkut sesuatu yang tak dapat kau kenali. Jarakmu dengannya sudah tidak lebih dari selemparan batu. Kerabat dan handai taulan telah tersenyum mengibarkan sapu tangan warna-warninya untuk menjemputmu, berbaris riang di tanjung harapan. Tetapi kau tidak berdaya, hanya mampu menengadah kelangit, menagih janji untuk dilunasi.


*menunggu pintu langit terbuka memeluk mimpiku…

No comments: