Tuesday, February 12, 2013

Another 'Home' in Solo,,,^^



Asalamualaikum. Wr. Wb.

Srettt, pintu kugeser sedikit dan huaaa... langit sudah sangat cerah rupanya. Saya merasa silau. Wajar saja sih, sudah jam setengah sepuluh ini. Tadi, habis bangun tidur, saya menskip agenda sarapan dan langsung tancap gas menghabiskan novel yang baru dua lembar  terbaca semalam. Novel yang baru saya khatamkan ini ditulis oleh Ollie. Judulnya Cinta, tetapi dibawahnya ada tulisan kecil yang berbunyi:  ‘Sebuah rumah untuk hatimu’. Entalah beberapa hari belakangan ini, saya begitu sering memikirkan tentang rumah. Rumah masa depan tepatnya. Makanya, pas melihat ada novel ini tergeletak begitu saja di kamar yang sudah hampir 3 bulan kutinggalkan ini, saya
langsung tertarik membacanya. Pertama karena saya suka dengan warnanya. Hijau yang pas untuk selera saya, plus ada kata-kata ‘rumah untuh hatimu’nya.

Ceritanya sangat sederhana, tapi saya suka cara penulis mengalirkan plotnya. Bahasa yang digunakan juga renyah dan sangat enak diikuti. Intinya adalah tentang seorang wanita urban yang baru saja menikah dengan seorang pria yang sederhana dan memiliki latar belakang ekonomi yang cukup berbeda. Yang wanita sibuk dengan kehidupan sosialitanya, yang pria setengah mati merindukan suasana kekeluargaan yang hangat. Keduanya sedang dilanda begitu tergila-gila satu sama lain sehingga mereka berusaha sekuat mungkin untuk saling menyesuaikan diri, putting the ego in the last priority. Ini tentu saja tidak mudah, tetapi keduanya terus berusaha. So sweeeettt... Konfliknya adalah ketika si Suami ini dimutasi ke daerah atas nama Kupang, dan si wanita kemudian mengalami dilemma dan kegalauan saat harus memutuskan untuk ikut dan meninggalkan semua yang dia miliki di Jakarta, karir, teman-temannya, dan kehidupan chicnya. Saya tidak akan terlalu detail tentang ceritanya, silahkan dibaca sendiri. Intinya, saya suka novel ini. Sebuah rumah untuk hatimu, katanya... Duhh,, so romantic...

Hmm,,, ngomong-ngomong soal rumah, saya sudah dua hari ini kembali lagi ke Solo. Sudah disepakati secara umum kalau rumah itu dalam bahasa inggris bias digambarkan lewat dua kata. House and home. House is made of rock meanwhile home is made of love. Ketika saya masih di Kendari, saya berfikir bahwa this is my home, the place where I belong. Kota kecil dimana keluarga, sahabat dan pekerjaanku berada. Saya di Kendari hampir 3 bulan, dan mulai merasa sangat nyaman dengan kota itu lagi. Maka, perjalanan kembali ke Solo begitu menyesakkan dada. Perasaan akan meninggalkan orang-orang yang dicintai bukanlah sesuatu yang menyenangkan.

Saya tiba di Solo pada hari Senin dini hari, setelah meretas perjalanan dari Surabaya semalaman. Rasa lelah yang teramat sangat menyingkirkan perasaan hampa saat memasuki kamar yang tak berpenghuni ini. Tetapi ketika saya terbangun, rindu itu mulai menikam-nikam ulu hati. Saya menyerah pada tangis selama beberapa saat. Bahkan, untuk lebih mendramatisir suasana, saya memutar lagu-lagu mellow yang mengingatkan saya akan segalanya tentang Kendari. Tak puas hanya dengan itu, saya kembali menekuri foto-foto di kamera saya. Momen-momen bersama keluarga dan sahabat seakan diputar kembali didalam kepalaku. Huhuhuhuu... I was totally gloomy, but surprisingly, I enjoyed it though... Rapat dengan Pak Muslich jam sepuluh kembali menekan perasaan mellow itu, Tetapi, usai itu, saya kembali berbungkus rindu. Saya menelepon Mama, adik, dan sahabat saya, sist Amince, untuk berkeluh kesah. As always, Amince dengan sukses kembali menenangkan saya. “Cool down, sist, besok juga pasti lupa kalau dirimu sudah ke kampus sibuk urus thesis lagi” kata dia.
Dan benarlah, setelah puas bersedih-sedih ria (emang ada ya, bersedih ria?? Hehehe :P), saya memutuskan untuk keluar ‘kandang’ sore harinya. Dan tersadarlah saya, bahwa orang bisa saja memiliki lebih dari satu home. Ketika, bersama sepedaku, saya berputar-putar menikmati senja, menyambut sunset dari pematang sawah, mengamati bapak-bapak bertopi jerami memulangkan itik-itiknya, mendapati anggukan dan senyuman ramah itu lagi dari orang-orang yang saya temui padahal kami tak saling kenal, saya menyadari, I am already at home

Families in SOlo: Irvan, Mb Nikma, Me, and K Titin, K badar was taking the pic


Keesokan hariya, saya malah sudah tidak ingat lagi pada kangen yang menggigilkan itu, hehehe... You’ve been totally right, Mince... Ketika menapakkan kami di kampus ini lagi, saya menyadari, betapa saya juga rupanya merindukan Solo. Tempat steak favorit saya, kantin kampus, perpustakaan, happy puppy, ternyata saya merindukan itu semua. Bukan pada makanan, buku atau pun fasilitasnya, tetapi pada senyum ramah orang-orangnya. Pada canda twa dengan sahabat-sahabat di sini. Dipagi hari, kicauan Indra Bekti di Selamat BeGinya Prambors kembali dapat kunikmati. Di Kendari sebenarnya saya juga bisa menikmatinya melalui streaming, tetapi koneksi internet yang buruk membuatku lebih memilih winamp. Suara azan yang menggelegar dari mushollah di bawah juga mengaktifkan perasaan nyaman padaku. Yeah hal-hal seperti itulah yang mebuat saya menemukan kembali perasaan‘it feels like home’ku, or even feeling of better than home?

Well, the point is whenever we are, we always can make our own home, since love, as the main material of making home, doesn’t exist in only one place like Kendari. It is in everywhere as long as you let your heart open for it... ^^

No comments: