Sunday, September 21, 2014

Reffrain, Ketika CInta Selalu Pulang

Assalamualaikum.wr.wb.

Cara kerja otak manusia itu unik. Saya kembali mengamini itu pagi ini. Disaat deadline menguntit tanpa kompromi, disaat saya harusnya konsentrasi merampungkan laporan akhir PDP, saat harusnya saya memeriksa proposal PKM mahasiswa, saat harusnya saya ini dan saya itu... saya malah disini, mengetik kata demi kata, mengalihbentukkan suara-suara dalam kepala saya kedalam bentuk tulisan.

Well, bisa ketebak kan dari judulnya, Reffrain ketika cinta selalu pulang. Baru saja saya melahap habis novel ini. Sudah berbulan-bulan lamanya novel ini saya beli atas saran K Tika. "Riiiiiinnn ini buku wajib kamu baca.. lo bangeeeetttt" smsnya waktu itu. AKu tanya kok bisa? Trus katanya kisahnya kamu banget dah, sebelas dua belas sama perahu kertas. Sekarang pilemnya laggi tayang di Bioskop, nonton gih. Saya hanya sempat membalas, "hehehehe" tapi tidak berjanji untuk nonton apalagi baca novelnya. Kalau memang kisahnya benar-benar seperti yang dikatakan K Tika, maka saya memilih tidak menonton atau baca. Takut efeknya seperti perahu kertas. Saya dilanda gloomy dalam waktu yang lama. Yeaaah, perahu kertas, novel karya Ibu Suri Dee, telah secara blak-blakan menceritakan hidupku. Saya merasa sedang menyaksikan kisah hidupku sendiri ketika sedang berlayar bersamanya.


Tapi, kemaren, di Minggu pagi yang menyenangkan, saya berjanji tidak menyentuh laptop untuk urusan pekerjaan. Hari minggu waktunya bersantai, no matter what. Maka, setelah merapikan kamar, sarapan dan mandi pagi, saya iseng menulusuri rak buku. Ada bebrapa novel yang belum kesentuh sama sekali. Lalu, mata saya terantuk pada buku ini. Well, it's been awhile. Why dont  give it a try, kataku dalam hati. Sedetik dua detik, saya menimang-nimang novel ini, menatap lamat-lamat wajah Maudy Ayunda dan Afgan. Mengingat apa yang terjadi beberapa hari ini, I knew that reading it was too risky for me. Tapi, mau sampai kapan? akhirnya saya memutuskan untuk membacanya saja, sekalan ngetes perasaan.



Beberapa chapter pertama, jujur saya agak sedikit bosan. Too teenlit for my age. Tapi tetap saya baca juga, sampai akhirnya ketiduran, hehehe. Pas terbangun, ternyata sudah jam setengah tiga. Saya berancang-ancang untuk melanjutkan membaca ketika SMS dari TIni masuk, katanya mau berkunjung melepas kangen. Karena gak punya rencana kemana-kemana, saya iyakan saja. Sambil menunggu Tini, saya melanjutkan membaca dan baru mau dapat feelnya ketika Ucul menelpon minta ditemani ke Nambo untuk urusan KPNnya. Jadi ceritanya, mereka dapat tugas ambil foto dilaut untuk diupload ke twitter dengan hastag #kembali ke laut. Tapi, mereka kurang satu kendaraan, jadinya memintaku jadi "tukang ojek" mereka, hehehe. Karena katany aini penting, dengan berat hati saya mengabari Tini, kalau acara temu kangennya ditunda dulu. Ga enak sih, tapi mau gimana lagi, jarang-jarang si Ucul ini minta tolong, yang ada saya yang selalu merepotkan dia, hihihihi.

Ok, kembali ke topik semula, pagi ini usai sholat subuh, saya melanjutnya membaca novel ini, lembar demi lembar kuhabiskan tanpa terasa. Semakin mendekati akhir, mata saya semakin berkaca-kaca. Hikshikshiks.... sensasi ini lagiiii. Saya jadi mengerti, ternyata perasaan saya belum berubah sama sekali tak peduli berapa ribu kali saya telah berusaha menyangkal. 4 tahun kebingungan mendefinisakn perasaan ini, 3 Tahun pelarian itu, plus beberapa tahun mencoba berdamai, semuanya ternyata tidak mengantarkan saya kemana-mana. Saya ternyata masih berputar-putar disini saja. Kata anak-anak sekarang gagal mup on, eaaaaa... hahahhaa

Still, at least, at the end, being adult helps me a lot in this situation. Sedikit demi sedikit saya mencoba santai dan let it flow saja. kata Afgan, jodoh pasti bertemu. Saya toh sebenarnya sudah mulai melepaskannya sejak bertahun-tahun lalu. Melepas dia dan juga perasaanku terbang sebebas elang. Sambil membiarkan waktu yang menjawab pertanyaan-pertanyaan kliseku tentang rumah impian yang sering kami selipkan dalam obrolan "tak penting" kami. Kadang saya merasa, ketika ia berbicara tentang rumah impian aka rumah masa depan, saya merasa dia sedang memberi sinyal. Tetapi tentu saja saya tidak ingin geEr. Nah, sekarang saatnya kembali melepaskan, semoga dalam waktu dekat pertanyaan apakah dia melibatkanku dalam bayangan rumah impiannya atau tidak. Terbanglah jauuuuuuuuuuhhhhhhhhh, dan kalau memang saya tempatmu pulang, ketuk saja pintunya dua kali, dan kau akan menemukanku menyeduh teh dan mebuat kue dadar kesukaanmu... :)

Ketika Cinta Selalu Pulang....
It's always been you....



No comments: